Ginger Oil nama dagang minyak jahe ini banyak digunakan pada industri makanan dan obat-obatan. Minyak jahe umumnya diperoleh dari jahe emprit (jahe kecil) yang sudah tua berumur sekitar 8 sampai 10 bulan saat dipanen, meskipun bisa juga dihasilkan dari jahe gajah (jahe besar), dan jahe merah. Sebenarnya jika petani mau memproduksi minyak jahe dibanding menjual langsung jahenya ke pengepul, pendapatan yang diperoleh petani akan jauh lebih besar.
Untuk mendapatkan minyak jahe ada dua cara yang umum digunakan oleh penyuling. Cara pertama menggunakan penyulingan langsung. Penyulingan langsung ini menggunakan ketel uap dimana jahe sebelumnya dirajang tipis dengan ketebalan maksimal 3 milimeter dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum disuling dengan suhu maksimal 50 derajat celcius. Hasil yang diperoleh masih bercampur dengan air sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak jahe. Minyak jahe mempunyai massa jenis yang lebih ringan dari pada air sehingga akan selalu berada di atas permukaan air. Cara kedua absorbsi, yaitu menggunakan pelarut non polar seperti alkohol etanol, heksan, dll untuk menyerap kandungan minyak dalam jahe sebelum disuling. Cara absorbsi, jahe diiris tipis dengan ketebalan maksimal 3 milimeter kemudian dikeringkan. Setelah kering jahe dihancurkan menjadi serbuk, kemudian ditambahkan pelarut dengan perbandingan 1 : 2, satu bagian jahe bubuk, dua bagian pelarut, diamkan selama 24 jam, kemudian disaring untuk mendapatkan ekstrak jahe, dan ampasnya dipres agar tidak ada ekstrak yang masih tertinggal. Larutan ekstrak jahe ini kemudian disuling (didestilasi) pada labu didih atau erlenmeyer dan diatur agar suhunya maksimal terjaga pada 78 derajat celcius untuk menguapkan pelarut jika menggunakan pelarut alkohol etanol. Jika hasil destilasi mulai berubah warna dari bening menjadi kekuningan, hentikan proses destilasi, itu tandanya semua pelarut telah menguap semua. Sisa ekstrak yang tidak menguap itulah yang disebut oleoresin, yang mengandung minyak jahe sampai 30% atau lebih.
Dari dua cara di atas ada kelebihan dan kekurangan masing-masing cara. Penyulingan langsung lebih praktis dari teknis dan waktu produksi dibanding cara absorbsi, tapi mutu dan kuantitas yang dihasilkan lebih sedikit dibanding cara absorbsi. Sebaliknya cara absorbsi mempunyai kelebihan dari segi mutu minyak yang dihasilkan dan kuantitas yang dihasilkan, tetapi mempunyai kelemahan yakni teknis produksi yang lebih rumit, biaya produksi yang dikeluarkan lebih mahal dan waktu proses produksinya lebih lama dari pada menggunakan proses penyulingan langsung.
Pemasaran minyak jahe cukup mudah, banyak pengepul dan eksportir yang mau menerima produksi minyak jahe seperti eksportir-eksportir pada Dewan Atsiri Indonesia (DAI). Daftar pengepul dan eksportir minyak jahe lainnya dapat dicari pada website DAI dan indonetwork.co.id
Untuk mendapatkan minyak jahe ada dua cara yang umum digunakan oleh penyuling. Cara pertama menggunakan penyulingan langsung. Penyulingan langsung ini menggunakan ketel uap dimana jahe sebelumnya dirajang tipis dengan ketebalan maksimal 3 milimeter dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum disuling dengan suhu maksimal 50 derajat celcius. Hasil yang diperoleh masih bercampur dengan air sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak jahe. Minyak jahe mempunyai massa jenis yang lebih ringan dari pada air sehingga akan selalu berada di atas permukaan air. Cara kedua absorbsi, yaitu menggunakan pelarut non polar seperti alkohol etanol, heksan, dll untuk menyerap kandungan minyak dalam jahe sebelum disuling. Cara absorbsi, jahe diiris tipis dengan ketebalan maksimal 3 milimeter kemudian dikeringkan. Setelah kering jahe dihancurkan menjadi serbuk, kemudian ditambahkan pelarut dengan perbandingan 1 : 2, satu bagian jahe bubuk, dua bagian pelarut, diamkan selama 24 jam, kemudian disaring untuk mendapatkan ekstrak jahe, dan ampasnya dipres agar tidak ada ekstrak yang masih tertinggal. Larutan ekstrak jahe ini kemudian disuling (didestilasi) pada labu didih atau erlenmeyer dan diatur agar suhunya maksimal terjaga pada 78 derajat celcius untuk menguapkan pelarut jika menggunakan pelarut alkohol etanol. Jika hasil destilasi mulai berubah warna dari bening menjadi kekuningan, hentikan proses destilasi, itu tandanya semua pelarut telah menguap semua. Sisa ekstrak yang tidak menguap itulah yang disebut oleoresin, yang mengandung minyak jahe sampai 30% atau lebih.
Dari dua cara di atas ada kelebihan dan kekurangan masing-masing cara. Penyulingan langsung lebih praktis dari teknis dan waktu produksi dibanding cara absorbsi, tapi mutu dan kuantitas yang dihasilkan lebih sedikit dibanding cara absorbsi. Sebaliknya cara absorbsi mempunyai kelebihan dari segi mutu minyak yang dihasilkan dan kuantitas yang dihasilkan, tetapi mempunyai kelemahan yakni teknis produksi yang lebih rumit, biaya produksi yang dikeluarkan lebih mahal dan waktu proses produksinya lebih lama dari pada menggunakan proses penyulingan langsung.
Pemasaran minyak jahe cukup mudah, banyak pengepul dan eksportir yang mau menerima produksi minyak jahe seperti eksportir-eksportir pada Dewan Atsiri Indonesia (DAI). Daftar pengepul dan eksportir minyak jahe lainnya dapat dicari pada website DAI dan indonetwork.co.id
No comments:
Post a Comment